sahabat

sahabatku………
seberat apapun masalahmu
sekelam apapun beban hidupmu
jangan pernah berlari darinya
ataupun bersembunyi
agar kau tak akan bertemu dengannya
atau agar kau bisa menghindar darinya
karena sahabat…..
seberapa jauhpun kau berlari
dan sedalam apapun kau bersembunyi
dia pasti akan menemuimu
dalam sebuah episode kehidupanmu
sahabatku……
alangkah indahnya bila kau temui ia dengan dada yang lapang
persilahkan ia masuk dalam bersihnya rumah hati
dan mengkilapnya lantai nuranimu
hadapi ia dengan senyum seterang mentari pagi
ajak ia untuk menikmati hangatnya teh kesabaran
ditambah sedikit penganan keteguhan
sahabat…….
dengan begitu
sepulangnya ia dari rumahmu
akan kau dapati
dirimu menjadi sosok yang tegar
dalam semua keadaan
dan kau pun akan mampu dan lebih berani
untuk melewati lagi deraan kehidupan
dan yakinlah sahabat……..
kaupun akan semakin bisa bertahan
kala badai cobaan itu menghantam

untuk sahabatku

pertama bertemu denganmu
aku percaya kamu adalah sahabatku
aku coba mengerti sifat dan sikapmu
memasuki kehidupankku...
berbagi suka duka dalam tawa dan tangis
waktu yang berlalu membuatku di titik jenuh
akan persahabatan ini..
kau bukan lagi yang dulu..
adakah kata bosan dalam persahabatan
seandainya tak ada kejadian yang sangat...
menyakitkan, melukai dan fatal akibatnya..
aku tak mungkin memustuskan tali persahabatan ini..
tidak kah kau sadar akan perbuatanmu..
yang menikamku dari belakang

sadarlah...dalam persahabatan
tidak ada kata putus..
tapi...bila dalam persahabatan ada pengkhianatan
masih kah kau jadi sahabatku ???

penghianatan dalam persahabatan

pertama bertemu denganmu
aku percaya kamu adalah sahabatku
aku coba mengerti sifat dan sikapmu
memasuki kehidupankku...
berbagi suka duka dalam tawa dan tangis
waktu yang berlalu membuatku di titik jenuh
akan persahabatan ini..
kau bukan lagi yang dulu..
adakah kata bosan dalam persahabatan
seandainya tak ada kejadian yang sangat...
menyakitkan, melukai dan fatal akibatnya..
aku tak mungkin memustuskan tali persahabatan ini..
tidak kah kau sadar akan perbuatanmu..
yang menikamku dari belakang

sadarlah...dalam persahabatan
tidak ada kata putus..
tapi...bila dalam persahabatan ada pengkhianatan
masih kah kau jadi sahabatku ???

cintaku hanya untukmu

Tak kan ada cinta tanpa pengorbanan....
Tak kan ada bahagia tanpa cobaan...
Tak kan ada rindu tanpa perpisahan...
Tak kan ada luka tanpa duka...

Cintaku setulus sang surya slalu menyinari dunia...
Perhatianku kan slalu abadi bagai bintang menemani sang rembulan...
Kukan slalu setia disisimu disetiap malam-malam yang mencekam...
Tulusnya cintaku tak kan dapat diukur bagai dalamnya lautan...

Cinta ini kan slalu abadi tak seperti musim yang slalu silih berganti...
Cinta ini tak kan pernah padam seperti nyala liliin yang akan padam dimakan oleh gelapnya malam...
Cinta ini tak kan pernah pudar seperti goresan tinta yang dimakan oleh waktu...
Cinta ini hanya untukmu,walau kau terlalu sering mencampakanku...

Panasnya gurun pasir takkan melelehkan cintaku padamu...
Terpaan angin topan takkan mengoyahkan cintaku padamu...
Dalamnya lautan samudra tak kan menghanyutkan cintaku padamu...
Rasa cinta ini padamu kan slalu abadi walau raga ini tlah binasa oleh waktu....

kau yang jauh

Apa kabar sayangku
Kau yang nun jauh di mata
Kau yang tak pernah aku lihat lagi

Senyum mu... Tawa mu dan aroma tubuh mu
Tak kan pernah hilang di hatiku
Takkan pernah kubiarkan cinta mu tenggelam
Hanya karna jarak yang membuat kita tak bersama lagi

Ingin ku rajut kembali asrama sperti yang dulu
Disaat kita selalu mengungkapkan isi hati kita
Disaat kita berbagi suka duka

Andai saja ku bisa mengubah takdir ini
Takkan ku biarkan kau pergi jauh dari ku
Takkan ku biarkan kau menghilang dari pandanganku
Ku ingin kau kembali di sisiku....

Semoga cinta kita takkan pernah pudar
Seiring berjalannya waktu
Semoga Kau dan aku tetap menjadi satu
Walai cobaan ini terasa berat....

Biarkan cinta kita tetap menyatu
Meskipun kita tak bisa mengungkap isi hati
Biarkan Jarak menjadi penghalang mata kita...
Tetapi Hati kita takkan pernah berpisah....

cinta

feel

bunga Puisi Cinta

Ada Dia
Pandang ke titik terjauh dari mata,
Ada dia…
Aroma sejak mata terbuka di pagi hari,
Ada dia..
Gelap saat mata terlelap dalam mimpi,
Ada dia…
Tentang bibir kecil bicara,
Ada dia..
Terdiam terdengar ditelinga,
Ada dia…
Langkah kaki kebelakang atau kedepan,
Ada dia…
Degup kencang dalam relung hati,
Ada dia..
Tetes-tetes dipipi yang jatuh kebibir,
Ada dia..
Didiriku…
==================================

Harapanku

Aku berharap..
Dan akan terus berharap..
Bertemu dengannya..
Seseorang yang akan menemaniku..
Kalaku sendiri..
Menjagaku kalaku ketakutan..
Mengasihiku..
mengingatkanku..
Entah kapan engkau datang..
AKu tak pernah tahu..
Yang aku tahu..
Aku akan ada saat kau datang nanti..
Aku berharap..
Kau datang secepat yang aku mau..
Aku berharap..
Kau telah berada dijalanku..
Aku berharap.
Kau semakin dekat denganku..
Aku bahkan sangat berharap..
Kau adalah ” DIA ”
Seseorang yang aku ingini..
Seseorang yang masih merajai hatiku..
Pikiranku..
Perasaanku..
Hayalanku..
Mimpiku..
Lamunanku..
Bahkan segala rasa yang aku miliki..
Sampai saat ini masih untuknya..
MUNGKINKAH..?
Semoga..
Aku berharap..
Dan masih berharap..

Kata – kata Mutiara (English dan Bahasa Indonesia) :
Smile is the shortest distance between two people.
Senyum adalah jarak yang terdekat antara dua manusia .
Real power does not hit hard , but straight to the point.
Kekuatan yang sesungguhnya tidak memukul dengan keras , tetapi tepat sasaran
You have to endure caterpillars if you want to see butterflies. (Antoine De Saint)
Anda harus tahan terhadap ulat jika ingin dapat melihat kupu-kupu. (Antoine De Saint)
Only the man who is in the truth is a free man.

jangan pernah kau lupakan

Jangan pernah mengatakan pada hatimu bahwa aku pergi karna tak setia
Sebab cinta masih ada, terbenam diantara asa dan dilema
Sedetikpun hingga kini ku tak mencoba mengusir rasa untukmu
Sebab itu indah… dan kau pun tahu betapa bingungnya aku
Jangan pernah berhenti untuk percaya bahwa cinta masih tetap ada
Meski waktu terus membuktikan sebaliknya, kau t’lah mengerti sebabnya
Sedetikpun aku tak mencoba untuk menghapus semua tentangmu
dan kuterus merajut asa tentang bersamamu pada suatu waktu
Takdir kita memang pahit… ku harus membuat pilihan sulit
Semoga pilihan bijak hari ini, buatkan bahagia untuk kedua hati
Untukku…juga untukmu… Hingga kelak menjemput masa
Saat sang mentari lukiskan pelangi di langit kita berdua
Jangan pernah berhenti untuk percaya bahwa cinta suci itu ada
Jangan pernah berhenti untuk menyalahkan takdir saat tak sesuai ingin
Jangan pernah berhenti untuk kobarkan semangat saat realitas memburamkan harap

kenangan yang tak terlupakan

SEGUMPAL RINDU
Sore itu, aku merasakan perasaan yang amat berbeda. Yusuf, laki-laki yang telah lama kunantikan sosoknya ada di dekatku, kini telah mengikatku dengan rantai-rantai cintanya di hatiku. Sosok dihadapanku ini telah membuat hari-hari ku berbeda. Membuat hari-hariku lebih bermakna. Tak ku sangka dia menyatakan cintanya padaku. Wanita bodoh, congkak seperti aku ini. Bisa-bisanya menarik perhatian orang sebaik dan secerdas Yusuf. Yah, Yusuf. Siswa SMA terpandang di Jakarta.
“Ya, aku pun demikian, aku juga sangat menyayangi mu melebihi siapapun.” Jawabku gugup sambil menggenggam erat ranting-ranting tangannya yang halus.
“Yeach...!!” seru Yusuf. Rona bahagia dapat kulihat dari pancaran matanya. Mataku seolah tak sanggup lagi menahan rasa haru. Kuteteskan air mata bahagia itu di hadapannya.
Ia menarik ku, berlari menuju sebuah gubuk kecil kumuh tak jauh dari apartemen milik ayahnya. Namun di balik gubuk kecil dan kumuh itu kudapati pemandangan yang indah. Sangat indah. Hamparan sawah menghijau. Sesekali terdengar gemuruhnya suara kicauan burung. Matahari tampak bersinar cerah tanpa ada setitik awan yang berani mendekatinya. Ini benar-benar bukan Jakarta yang selama ini ku kenal.
“Kenapa kamu mengajakku kesini?” tanyaku membuka pembicaraan.
“Aku suka dengan tempat ini. Suasananya masih sangat asri. Apa kamu menyukainya?”
“Ya... suka. Suka sekali.”
Aku tersenyum geli mengingat hari itu. Hhh!! Aku jadi  rindu sosok yang selalu membawa keceriaan di setiap hariku. Itu semua kejadian 4 tahun lalu.
Sekarang Yusuf pindah ke Solo karena tugas ayahnya. Kami sudah putus. Namun bohong jika tidak ada lagi cinta diantara kami. Buktinya, aku masih sangat menyayanginya, bahkan aku sangat menginginkan masa-masa 4 tahun lalu dapat terulang lagi.
Aku mulai duduk bersandar dikursi belajarku. Belum lama aku menjatuhkan diri di kursi, tiba-tiba ponselku berdering. Nomornya tidak ku kenal.
“Halo? Selamat malam.” sapaku.
“Hai Lin? Apa kabar? Ini aku Yusuf.” jawabnya.
“Yusuf? aku baik-baik aja. Bagaimana dengan kamu?”
“Aku juga baik. Aku punya berita bagus, nih. Dan menurutku ini juga termasuk kabar gembira.”
“Apa itu?” tanyaku sambil menyernyitkan kening.
“Minggu depan, ayahku dipindah tugaskan lagi ke Jakarta. Dan otomatis ibuku, aku dan Rara akan ikut pindah bersamanya.” Ucapnya kegirangan. Jantungku mulai terasa memburu.
“Benarkah? Waah.. aku jadi tidak sabar menunggu hari itu.” Jawabku sambil tertawa tanda senang.
Malam semakin larut. Suasananya mulai terasa sunyi. Hamparan awan petang mulai menyapu bintang-bintang. Setitik air pun mulai turun dari langit. Suasana semakin sunyi saat rintik hujan mulai turun dengan deras membasahi bumi. Potret-potret wajah Yusuf masih menari-nari di pelupuk mataku. Aku mulai merebahkan kepalaku ke bantal. Kupejamkan kedua mataku. Dan kubuang jauh-jauh semua bayang-bayang Yusuf. Aku pun terlelap dalam tidurku.
***
Pagi yang cerah.
Titik-titik embun pun dengan lembut menyapa dedaunan nan hijau di luar sana. Aku bangun dengan menyipitkan kedua mataku dan mengepalkan kedua tanganku ke samping seraya menatap keluar jendela. Kulihat mentari pagi telah muncul di ufuk timur. Mataku setengah melirik ke arah jarum jam di sudut kamarku. Sekarang sudah jam enam pagi.
Dengan wajah yang terlihat kusam dan kusut, aku mulai beranjak dari tidurku. Kuraih handuk yang tergantung di dekat kamar mandi.
Setelah kucuci tubuhku dengan air bersih, ku ambil sehelai baju dari lemari gantungku dan langsung mengenakannya. Kaus oblong yang kupasangkan dengan celana pendek. Ku oleskan parfum  kenang-kenangan dari ibu di leherku. Ku cium aroma mawar yang harum.
Aku bergegas keluar kamar dan bersiap menjalani aktivitas rutinku setiap hari. Aku tinggal bersama tanteku yang merupakan adik dari ibuku. Dirumah tenteku, aku hanya tinggal bersama tante Lusi dan om Firman saja, karena selama hampir tujuh tahun menikah, mereka belum dikaruniai seorang anak.
Aku mengambil lap yang sedikit basah di belakang dan mulai membersihkan lemari dari debu. Tanpa sengaja aku menjatuhkan foto yang tak berbingkai. Tanpa berlama-lama kuraih foto itu dari lantai. Itu foto kenang-kenangan tante Lusi bersama ibu saat liburan di borobudur.
Aku mulai menarik nafas sesak. Tanpa kusadari setitik air suci dari mataku mulai jatuh membasahi pipiku.
“Linda kangen sekali pada ibu.” Ucapku lirih sambil menahan air mata agar tidak jatuh lebih banyak. Karena aku pasti akan merasa malu jika tante Lusi melihatku.
Ibuku belum lama meninggal. Sedangkan ayahku pergi entah kemana. Itu sebabnya aku tinggal bersama om Firman dan tante Lusi.
***
Seminggu berlalu. Keluarga Yusuf mengundangku untuk ikut makan malam bersama di apartemennya. Kebetulan aku sudah kenal benar dengan keluarga Yusuf. Malam itu adalah malam yang paling bersejarah dalam hidupku.
Waktu sudah menunjukkan angka setengah delapan malam hari. Sebuah mobil Honda Jazz berwarna merah kini terparkir di halaman rumah tanteku. Itu mobil Yusuf. Ia datang untuk menjemputku.
Singkat cerita, aku sudah sampai di  apartemen milik ayah Yusuf. Aku makan dengan menu yang luar biasa mewah. Bukan tahu dan tempe yang setiap hari kumakan dirumah.
Selesai makan malam, Rara menarikku ke taman belakang. Disitu kami ngobrol banyak.
“Mbak Linda nginep sini aja. Nanti biar tidur dikamar Rara.” Ucapnya lirih.
“Hmm.. apa itu nggak terlalu merepotkan Rara ya?” tanyaku.
“Ya nggak dong, mbak. Rara malah senang kalau mbak mau nginep disini.”
“Ya sudah, mbak mau.” Jawabku sambil tersenyum. “Waah, berarti Rara pindah sekolah ke Jakarta juga dong?” kataku mencari topik pembicaraan yang lain.
“Iya, mbak. Mau gimana lagi. Sebenarnya Rara cape pindah-pindah melulu.” Katanya sambil nyengir kuda.
“Rara mau pindah sekolah dimana?”
“Besok mau diantar ke SMAN 176 sama mas Yusuf.” tawa senang kembali terpasang di bibirnya.
Entah mengapa tiba-tiba Rara pingsan. Dia terjatuh di pangkuanku. Rasa bingung mulai menghampiriku.
“Yusuuf!! Om! Tante! Tolong. Rara pingsan!” seruku. Mereka langsung berlari dari ruang tengah menuju ke taman.
“Ya ampun Rara?! Kenapa kamu, nak?” kata tante Sukma. Yusuf langsung membopong Rara masuk ke mobil dan membawanya ke rumah sakit.
Suasana semakin tegang saat sudah sampai dirumah sakit. Aku dan tante Sukma berlari mendekati seorang dokter yang baru keluar dari kamar Rara.
“Anak saya kenapa, dok?” tanya tante Sukma dengan cemasnya.
“Anak ibu mengidap kanker otak stadium akhir.” Jawab dokter itu sambil memegang pundak tante Sukma. “Kemungkinan hidupnya tidak akan bertahan lama. Saya harap ibu tabah menerimanya.” Katanya lagi.
Tangis tante Sukma semakin menjadi-jadi. Aku pun demikian. Detak jantungku semakin kacau kurasakan. Kupeluk erat tante Sukma.
Aku mulai berjalan mendekati kamar dimana Rara tengah berjuang melawan maut. Sudah hampir lima jam lebih kami berada dirumah sakit. Kulihat tubuh lemas Rara yang terbaring di atas ranjang dari kaca kecil di balik pintu. Kasihan dia. Harusnya malam ini menjadi malam pertama dia tidur bersamaku. Itu yang ia inginkan.
Suara cekikik tawa saat di taman tadi masih terdengar jelas di telingaku. Air mataku kembali menetes.
Aku berlari ke arah musola kecil di rumah sakit. Kukerjakan solat malam setelah kuambil air wudhu.
Aku mendongakan kepalaku dan menengadahkan tanganku meminta kepada-Nya agar Rara bisa sembuh.
“Tuhan. Lindungi Rara. Kami semua menyayanginya. Kami semua ingin melihat dia sembuh. Izinkan dia untuk bisa meraih mimpi-mimpinya. Sembuhkanlah dia, Tuhan.” Ucapku seraya  membenamkan wajahku di kedua tanganku dan mulai kembali ke kamar Rara dengan membawa sejuta harapan agar Rara sadar dan sembuh. Namun Tuhan berkehendak lain. Rara telah pergi. Dia sudah tidak ada.
“Raraa!!!!” tante Sukma menjerit sambil memeluk tubuh Rara yang sudah terbujur kaku. Aku kasihan melihat tante Sukma. Aku menghampirinya kemudian memeluknya. Air mata semakin deras membasahi pipiku.
***
“Sudahlah tante. Linda yakin kalau Rara akan tenang di alamnya yang sekarang.” Ucapku dengan penuh hati-hati.
“Dia masih kecil. Mengapa bukan aku saja yang pergi.” Katanya sambil menaburkan bunga di makam Rara. Suasananya sudah mulai terasa sunyi. Orang-orang yang datang melayat pun sudah pulang. Hanya aku, tante Sukma, om Agum dan Yusuf  yang masih tersisa.
“Hus! Mama nggak boleh bicara seperti itu. Rara sudah tidak ada, Ma. Biarkan dia tenang di  alamnya.” Kata Yusuf dengan penuh sabar.
***
“”Maaf nyonya, barusan saya temukan ini di bawah meja belajar non Rara saat saya sedang menyapu lantai kamarnya.” Kata bi Surti setengah berbisik kepada tante Sukma seraya memberikan sebuah surat saat acara yasinan tengah berlangsung. Tante Sukma langsung bergegas membawa surat itu ke kamar dan langsung membacanya.
Untuk mama,
Mungkin saat mama membaca surat ini, Rara sudah nggak ada. Ma, maafkan Rara karena sudah lama Rara merahasiakan tentang penyakit ini. Rara nggak mau melihat mama sedih karena penyakit Rara ini. Sebenarnya ada satu keinginan rara, ma.
Rara ingin sekali melihat mas Yusuf bahagia. Rara tau kalau mas Yusuf sangat menyayangi mbak Linda, begitu pula dengan mbak Linda. Rara ingin mereka bersatu, ma. Rara ingin mereka menikah. Sekalii ini aja, kabulin permintaan rara ini ya, ma. Rara mohon.
Dari Rara

“Bi, tolong panggilkan Linda. Bawa dia kesini.” Printahnya pada bi Surti yang berada disampingnya. Bi surti langsung bergegas keluar kamar sambil berlari-lari kecil untuk memanggilku.
“Ada apa, tante?” tanyaku penasaran saat sudah sampai di kamar. Tante Sukma tidak menjawab. Dia hanya memberikan selembar kertas kepadaku. Kubuka lipatannya dan segera kubaca isinya.
“Kamu mau kan mengabulkan permintaan Rara itu?” kata tante Sukma penuh harap. Kulihat air mata mulai mengalir dipipinya.
“Iya tante. Linda ikhlas. Semua demi Rara.” Jawabku sambil menghapus air mata di pipi tante Sukma, lalu ku peluk erat tubuhnya.
***
Hari itu tiba. Aku mengenakan kebaya putih lengkap dengan rambutku yang di sanggul. Kulihat yusuf yang mengenakan celana dasar panjang, kemeja, jas dan dasi. Dia sungguh terlihat tampan mengenakannya.
Aku merasa sedih, namun bahagia. Aku sedih karena Rara tidak hadir di acara pernikahanku. Namun aku bahagia, karena Yusuf telah menjadi milikku seutuhnya.
Aku menggenggam erat tangan Yusuf saat di pelaminan. Kubisikkan kata aku sayang kamu ditelinganya. Ia membalasnya dengan anggukan sambil tersenyum bahagia.

a girls

Chris yang sedang bersantai, melihat Handphone-nya berdering, ia mengangkatnya.
 “Hello? Vanessa?”
 “Ka Chris!!!!!!” pekik Gabby di ujung sana.
 “Gabby? Kenapa?”
 “Ka Nessa! Kakakku pingsan lagi!”
 Tuuuut, sambungan terputus. Chris menyambar jaketnya dan melesat pergi.

 *****
 Sementara itu, di bandara kota Atlanta…….
 Seorang pemuda berjalan keluar dari bandara, dibelakangnya ada wanita paruh baya yang berjalan mengikutinya, dan dibelakang wanita itu, ada pria bertubuh besar, bertato, berjalan mengikuti mereka berdua.
 Teriakan histeris perempuan di sekitar daerah bandara terdengar, pemuda itu bergegas memakai kacamata hitamnya dan menutupi kepalanya dengan hoodie, lalu masuk ke dalam mobil. That was close………, pikirnya. “Let’s go,” perintahnya kepada pria bertubuh besar tadi. Mobil pun melaju cepat, meninggalkan kerumunan fans yang histeris tadi.
 “Kemana, Justy?” tanya wanita yang tadi.
 “Rumah Chris, I miss my friends, mom.”
 Wanita yang dipanggilnya ‘Mom’ itu mengangguk. Pemuda itu menyenderkan kepalanya di bahu mamanya. “I can’t wait to see them, again……”

 *****
 Sementara Chris, terus mondar-mandir di lorong rumah sakit.
 Gabby duduk di kursi depan ruang ICU, terisak-isak.
 Chris menghampiri Gabby, “Sudaah, jangan nangis, Gab.”
 Gabby mendongak, matanya memerah. Dia menangis sepuasnya di bahu Chris. Gadis 11 tahun itu hanya bisa berdo’a dan menangis, dan menangis. Menderita leukemia bukanlah hal yang kabar yang menyenangkan di hadapan Gabriella. Khawatir karena nasib kakaknya yang malang itu, ia berusaha tetap tegar. Orangtua mereka berbeda masing-masing.
 Ibu mereka menjadi shock karena berita Vanessa, ia pergi ke Indonesia untuk bekerja dan tinggal di rumah almarhum orang tuanya bersama pembantu. Ayah mereka juga kaget akan keadaan Vanessa, ia bekerja di Amerika bersama anaknya juga, Robert.
 Selama 1 tahun, penyakit tersebut membuat tubuh Vanessa semakin lemah, sehingga ia izin sekolah, tapi karena tak mau ketinggalan pelajaran dan tes masuk kuliah, ia memaksakan dirinya untuk belajar. Sehingga, hari itu, penyakitnya kambuh…….

 *****
 Chris membenamkan wajahnya di tangannya. “Tuhaaaan, selamatkanlah Vanessa.....”

 *****
 Klek! Pintu ICU terbuka. Seorang suster menghampiri Chris.
 “Anda Christian Beadles?” tanyanya dengan sopan.
 “Yes?”
 Suster itu tersenyum, “Nona Vanessa ingin bertemu anda.”
 Semangat Chris naik, saat dia ingin membuka pintu, “Kau juga, Gabby.”
 Gabby tersenyum kecil, ia berjalan mengikuti suster kedalam ruang ICU.

 *****
 Sementara itu di rumah keluarga Beadles……
 “Dasar Chris, pergi ga pamit-pamit…..,” umpat Caity.
 Gadis Atlanta itu sedang membersihkan ruang tamu yang berantakan gara-gara Ryan dan Chaz yang nonton TV.
 “Bantuin!” teriaknya kepada dua remaja itu yang sedang bermain basket diluar. “Kita ‘kan tamu, Cait,” Ryan beralasan. “Kalian berdua tamu, aku tuan rumah,” jelas Caitlin dengan pelan. “Jadi kamu punya kumis?” tanya Chaz. “What?” tanya Caity dengan ekspresi kosong. “Tuan rumah—“ Chaz menunjuk Caitlin. “—kumis.” Ryan tertawa terkekeh. Kemarahan Caity meloncak. “BERSIHIN RUMAAAH!!!!!!” Dia menghampiri Chaz dan Ryan dengan sebuah palu super duper besar.
 Chaz dan Ryan membersihkan kekacauan yang mereka buat dengan langkah yang gontai, kepala mereka benjol dipukul dengan palu yang dipegang Caity. “SAMPAI BERSIH! GA ADA ISTIRAHAT!” sorak Caity, melambai-lambaikan palunya.
 Keduanya takut dengan Caitlin yang sedang murka, mereka menurut saja.

 *****
 Gadis cantik yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit, menatap Chris yang masuk. “Chriiiis……..,” lirihnya. “What? I’m here, Nessa.”
 “Aku ingin puulaaaang,” ucapnya lemah.
 “Kamu gaboleh pulang sebelum benar-benar sembuh.”
 “But—“
 “Kakak disini aja, yaaaa…..,” sambung Gabby.
 Vanessa mengelus pelan rambut adiknya, “Tapi aku merasa lebih baik.”
 “Jangan! Kakak pokoknya harus disini sampai kakak sembuh, titik ga ada koma!” paksa Gabby.
 “Sejak kapan kamu yang berkuasa, heh?”
 Gabby mengernyitkan keningnya. “Sejak kakak bikin Gabby khawatir.”
 Vanessa menyerah, “Okay, aku akan tetap disini.”

 *****
 Justin mengetok-ngetok pintu rumah keluarga Beadles, berharap seseorang membuka pintu itu.
 Laki-laki berambut ikal coklat membuka pintu itu, Justin merasa aneh karena ada benjolan aneh di kepalanya.
 Chaz menyipitkan matanya, “JUSTIN!”
 Ia segera memeluk teman lamanya tersebut. Justin tersenyum lebar. “Miss ya, too.” Ia menatap benjolan dikepala Chaz, “Umm……” Chaz mengerti, “Caity.”
 “Aah,” katanya. Justin pun masuk, ia disambut dengan lemparan bola basket dari Ryan dan dipeluk oleh Caitlin. Tapi, Justin merasa ada yang aneh, “Where’s Chris?”
 “Baru ngomongin tuh, bocah,” ledek Ryan.
 “Why?” tanya Justin, bingung.
 “Chris langsung kabur sehabis ngangkat telfon, dari mukanya, kayak-nya panik banget, deh,” komentar Caitlin.
 Justin hanya mengerutkan keningnya dan menggeleng-gelengkan kepala.

 *****
 Vanessa tertidur lelap, nafasnya sudah beraturan sekarang. Tapi menurut dokter, ia masih lemah. Chris beranjak dari tempat duduknya dan berjalan kea rah ranjang Vanessa.
 “Sleep tight, beauty.” Chris mencium keningnya. Dan dia mengelus rambut Gabby yang juga tertidur lelap di sofa ruang rawat. Disana sekitar 11.00 p.m.
 Dan dia pun pergi keluar.

 *****
 Chris terus saja memandangi foto seorang gadis yang sedang bermain ayunan, 1 tahun lalu. “Haaaah,” ia menghela nafas.
 Justin yang mengintipi Chris dari luar pintu semakin penasaran, ia sedikit mendorong pintu kamarnya, tapi lantainya agak licin, sehingga Justin jatuh.
 “Ouchh,” rintihnya.
 Sontak, Chris kaget. “Justin! Dasar tukang intip!”
 “Hehe.” Justin menatap foto yang dipegang Chris, secepat kilat, ia menyambar foto itu. “Wow, who’s her?” tanya Justin kagum.
 “A friend of mine,” jawab Chris agak kesal. “Where is she?”
 “Di rumah sakit.” Justin kaget, “Kenapa?”
 “Aku tak mau membahasnya. Dia sudah cukup menderita. Kau tak perlu tahu,” Chris beranjak dari duduknya. “C’mon tell me, I’m your best friend,” ujar Justin dengan nada agak manja. Chris kembali duduk, dengan risau ia menceritakannya. “Vanessa terkena leukemia.”
 Deg! Hati Justin bagai disambar petir.
 “Gadis secantik ini? Leukemia?” tanyanya tak percaya.
 Chris mengangguk, “Ya, terlalu cantik untuk terkena penyakit itu.”
 Ia terus menatapi foto itu, foto dimana Vanessa, masih dalam keadaan sehat dan bahagia.
 Tak terasa, setetes embun jatuh dari kelopak mata Chris.
 *****
 Justin menginjakkan kakinya di halaman rumahnya, rumput-rumput terlihat segar, embun pagi baru saja menutupi rumput-rumput tersebut. Dia mengambil bola basket dan mulai mendribel. Ia melempar bola tersebut kearah tiang, karena tak focus, bola itu memantul dan mengenai rambutnya yang coklat-keemasan itu.
 “Ouch,” rintihnya.
 Dia menggapai sesuatu di jaketnya. Foto. Seorang gadis asal Indonesia, bercampur darah orang Prancis. Vanessa.
 Justin terus, dan terus saja menatapi foto tersebut.
 “Justy! Ayo, sarapan dulu,” sahut Mom Pattie dari arah pintu belakang.
 Justin menaruh foto itu lagi di saku celananya, dan berjalan ke dalam rumah.

 *****
 Seperti bocah yang kelaparan, Justin meneguk jus jeruknya dan memakan pancake buatan Mom-nya sendiri. iPhone-nya berbunyi, dia mengambilnya di atas meja ruang tamu, saat Justin berjalan, sesuatu menyelip keluar dari kantong celananya, tapi dia tak sadar. Justin diam di ruang tamu, sepertinya telfon itu dari Scooter.
 Mom Pattie menginjak sesuatu, sebuah lembar kertas berwarna. Foto!
 Ia menyelidiki foto tersebut, “Who’s this girl?”
 Saat itu juga, Justin menutup telfonnya. “Mom!” larang Justin. “Why? Dia sangat cantik, pacarmu?” tanya Mom Pattie, menggoda Justin.
 Justin langsung memerah, “Bukan, bahkan aku tak pernah bertemu dengannya.” Dia menatap ke bawah. “Tapi, dia sepertinya Chris juga menyukainya…..,” lirihnya. “Dimana gadis ini? Mom ingin bertemu dengannya,” ucap Mom Pattie. “Ya, tapi—“ “Ayolah, Just. Mom ingin bertemu dengannya, sepertinya dia baik. Bisa dijadikan teman Mom,” candanya.
 Anak laki-lakinya menghembuskan nafas, “If you wish.”

Design by Blogger Templates | Blogger Blog Templates